Sabtu, 04 Januari 2014

MAPAGAMA Goes to Pussa Yan Cliff, China!

Belum pernah ada dalam catatan sejarah Indonesia, klub pecinta alam yang mengadakan ekspedisi bahkan mencapai puncak Tebing Pussa Yan, yang terletak di Getu National Park, Guizhou, China. Namun tim dari MAPAGAMA (Mahasiswa Pecinta Alam Gadjah Mada) berhasil melakukannya. Tim terdiri dari Aries Dwi Siswanto (dokumentasi), Priyantono Nugroho (official), Azizulhaq, Hamid, dan Dimas sebagai atlit pemanjat. Kegiatan panjat tebing tersebut berlangsung selama 4 hari, dalam rangka memperingati 40 tahun MAPAGAMA.

Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 5 hari. Mulai dari transit di Bandara Changi, Singapura selama 12 jam hingga tiba di Guizhou, China dan beristirahat di KBRI selama sehari. Lalu berlanjut menaiki kereta menuju Getu National Park selama 22 jam. Setelah menaiki kereta, tim mengalami kendala karena ternyata mereka melewati jalur yang lebih jauh sehingga harus membayar 2x lipat dari biaya awal yang hanya 66 yuan, serta menghabiskan waktu 2 hari. Belum lagi saat tim diusir oleh preman di wilayah Guizhou saat membangun tenda di terminal, namun beruntung saat polisi setempat menawarkan hotel gratis kepada tim.

Setiba di Pussa Yan, tim langsung melakukan ekspedisi. Azizulhaq (leader) memulai kegiatan panjat tebing dengan memasang pengaman di setiap ketinggian 1,5 meter dari total 180 meter. Tidak mudah memanjat tebing Pussa Yan karena karakteristiknya terdiri dari batuan karst. Menurut tim, kesulitan ada pada ketinggian 120 meter karena struktur tebing menjorok ke luar, hingga salah satu atlit pemanjat tebing cedera. Kesulitan lainnya adalah overhang dan scrimbling. Maka tim menggunakan teknik memanjat Himalayan Style, yaitu memanjat tebing yang masih terhubung dengan basecamp

Ekspedisi sempat terhenti selama sehari karena hujan deras, ditambah dengan situasi sekitar yang berkabut dengan suhu di bawah 10 derajat Celcius. Untuk mengantisipasinya, tim memakai pakaian hingga 4 lapis dan menghentakkan tangan ketika mulai terasa kebas karena kedinginan. Lalu dilanjutkan kembali keeseokan harinya bahkan hingga jam 8 malam. Para atlit beristirahat di tebing dengan cara menggantung di 7 pitch (rest area) yang tersebar di tebing Pussa Yan.

Salah satu peristiwa menarik dari ekspedisi adalah pengibaran bendera merah putih di puncak tebing oleh tim saat mencapai puncak pada malam hari. Lalu ketika ditawari menginap di salah satu rumah warga, terdapat kebiasaan unik yaitu mencuci kaki dengan air hangat. Dan karena mayoritas warga mengonsumsi daging babi, tim kesulitan memperoleh logistik namun akhirnya tim berhasil menemukan restoran muslim di Guizhou. Serta pertemuan dengan pemanjat tebing asal Meksiko.
'' Saya telah bertemu pemanjat tebing dari berbagai negara dan saya tidak menyangka bertemu dengan pemanjat tebing dari Indonesia yang semuanya mahasiswa. Semoga MAPAGAMA mampu menjadi tolok ukur pemanjat tebing standar Internasional se-Asia Tenggara. ''
Sebelumnya, MAPAGAMA memiliki agenda kegiatan arus deras (olahraga air), caving (menjelajah gua), dan etnophotography di Suku Dayak, Borneo, Kapuas Barat pada Maret 2013 lalu. Dan berlanjut kegiatan UGM International River Outbond di Nepal, yaitu menaiki kayak, serta memanjat Puncak Sergori, di Pegunungan Himalaya dengan ketinggian 5.000 meter pada bulan Mei 2013. Sekitar sebulan sebelum keberangkatan ke China pun tepatnya tanggal 28 September 2013-7 Oktober 2013, tim MAPAGAMA melakukan uji coba panjat tebing di Siung, Parangndog dan di wilayah Tontonan, Bambapuang, Tinore, Sulawesi Selatan.

Ekspedisi panjat tebing ke Pussa Yan merupakan salah satu tujuan MAPAGAMA untuk membuka jalur baru dengan metode artifisial karena Pussa Yan sudah memiliki jalur sport. Jalur artifisial, berarti memanjat menggunakan pengaman sementara sedangkan jalur sport, berati memanjat menggunakan pengaman permanen yang dipasang menggunakan bor. Tujuan selanjutnya adalah membentuk pemanjat tebing standar internasional, dan ekspedisi ke Tebing Josemith di Amerika dan Mount Blanc di Prancis.
'' Menjadi pecinta alam berawal dari hobi saya, dan dalam pecinta alam tidak hanya diajari ilmu teknis tetapi juga non teknis seperti manajemen dan penyelesaian masalah. ''
'' Kunci dari keberhaslan ekspedisi adalah ketepatan alat, karena kalo nggak pas ya gimana menyangkut nyawa juga, lalu yakin pada alam, hidup kita tergantung alam. Dan yang terpenting nikmati prosesnya! Justru kenikmatan dari manjat tebing ya waktu susah payah manjat tebing, bikin kangen dan pengen manjat tebing lagi..''
Ucap Aries Dwi Siswanto sembari tertawa lebar sekaligus menutup pertemuan kru KACA dengan perwakilan dari MAPAGAMA pada  Sabtu, 4 Januari 2014 di Kantor SKH Kedaulatan Rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar