Senin, 02 Desember 2019

Harmoni Gamelan dan Musik Kekinian dalam ROAR GAMA 4.0


Jika biasanya gamelan hanya bisa disaksikan pada acara kebudayaan atau momentum sakral di Keraton, kini kita bisa menyaksikannya beradu dan berpadu dengan musik kontemporer. Satu panggung, dalam sebuah Pagelaran Kolosal Gamelan "Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0" pada Sabtu malam (30/11) di Lapangan Grha Sabha Pramana UGM.

Tari Kangen arahan Pulung Jati Rangga Murti.
Tari Kangen oleh Pulung Dance Studio membuka ROAR GAMA 4.0


Penyerahan penghargaan “Lifetime Achievement Award ROAR GAMA 4.0.” kepada putri Empu Triwiguna.
Bersamaan dengan perayaan Lustrum UGM yang ke-14 dan Dies Fisipol UGM ke-64, Fisipol UGM dan Fakultas Ilmu Budaya UGM bekerja sama menyelenggarakan ROAR GAMA 4.0. Acara tersebut sebagai wujud pengembangan gamelan agar lebih inovatif tanpa menghilangkan ciri khas dari gamelan selama ini. Selain itu, ROAR GAMA 4.0 juga menjadi bukti bahwa musik gamelan bisa berdampingan bahkan melebur dengan musik kontemporer.

“Ketika gamelan ada di pasaran, mungkin akan ada pemilih atau penikmat. Harapannya kedepan ROAR GAMA 4.0 semakin membuka kesempatan bagi musik tradisional untuk terus berkembang dan berkolaborasi dengan musik zaman sekarang”, ujar Ari Wulu selaku penghulu komunitas Gayam16.

Helatan ROAR GAMA 4.0 didukung oleh sejumlah grup musik, musisi, pengrawit, dan penari. Adalah Mantra Vutura, Tashoora, FSTVLST, Letto, dan OM New Pallapa bersama Brodin yang ditunjuk sebagai duta musik masa kini dalam Pagelaran Kolosal Gamelan Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0. Hujan deras tak menyurutkan semangat ribuan penonton, baik dari kalangan UGM maupun umum, untuk menyaksikan harmoni gamelan dengan grup musik kesayangan masing-masing.

“Empat band sebelumnya masing-masing melambangkan perihal yang berbeda. Misalnya Mantra Vutura, grup musik elektronik dari Jakarta, mencerminkan mimpi, harapan, dan masa depan. Kalau mimpi dan harapan ini biasanya ditujukan kepada bayi yang baru lahir, kepada mereka yang masih bermimpi, maka Tashoora melambangkan remaja. Masih cemas, mengkritik sana-sini. Lalu kemudian FSTVLST, masih muda tapi beringas, punya tekad, dan harapan akan masa depan. Letto melambangkan ketenangan, tenteram, sesuai dengan karakter Sabrang ‘Noe’ Letto. Yang terakhir, ditutup oleh OM New Pallapa, karena hidup butuh dirayakan”, jelas Ari Wulu.


Sang konduktor repertoar ROAR GAMA 4.0 
Sesuai tema, ROAR GAMA 4.0 diperkuat oleh tiga komposer muda yang mengarahkan orkestrasi ROAR GAMA 4.0 selama acara. Baik Sudaryanto, Welly Hendratmoko, maupun Anon Suneko, ketiganya berhasil menyajikan masterpiece gamelan yang dipadu gitar listrik dan musik elektronik. Aksi 100 pengrawit dari Canda Nada, Gayam16, Sospolaras, Gamasutra, dan Prawiratama Indonesia pun luar biasa apik. Mereka tetap teguh memukul bonang, saron dan gending meski diguyur hujan sedari awal sampai akhir acara. 

Tari Panggayuh yang diiringi komposer Sudaryanto. 

Sang Penari Pulung Dance Studio.

Tak ketinggalan pentas tari dari 100 penari Pulung Dance Studio dengan arahan koreografer Pulung Jati Rangga Murti. Enerjik. Apik. Gerak tubuh para penari semakin mewarnai Pagelaran Kolosal Gamelan "Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0" tahun pertama ini. 
Total ada tiga tarian yang ditampilkan antara lain Tari Kangen oleh Pulung Dance Studio sebagai pembuka ROAR GAMA 4.0. Kemudian Tari Panggayuh yang diiringi komposer Sudaryanto dan Tari Nuswantoro dengan iringan musik SaronGROOVE.

Human

Siap dimantra Mantra Vutura

Mantra Vutura, grup musik elektronik asal Jakarta menyihir ribuan penonton ROAR GAMA 4.0 dengan keunikan musiknya. Diiringi gamelan, Mantra Vutura menguatkan aura magisnya lewat lagu “The Creation, Pt.3” dan “Human” dari album terbaru Mantra Vutura bertajuk sama, kemudian “The Creation, Pt.1”, “The Creation, Pt.2”, dan terakhir “Un Deux Trois” yang semuanya terangkum dalam album Solar Labyrinth (2017). Melambangkan mimpi dan harapan, kreasi musik Mantra Vutura memantrai saya untuk menatap masa depan dengan semangat kebebasan.


Lautan Pendekar Tashoora

Jaring Cahaya bersama gamelan dan Tashoora

Berani Bela Gelapnya?

Pagelaran dilanjutkan dengan penampilan Tashoora. Lewat Hamba Jaring Cahaya, Hamba Bela Gelapnya, Tashoora mengajak para Pendekar Tashoora untuk menolak lupa pada ketidakadilan di sekitar kita. Total lima lagu dibawakan, antara lain “Tatap”, “Sabda”, “Hitam”, “Nista”, dan “Terang” yang ditulis bersama Baskara Putra, sosok dibalik Hindia. Setiap lagu Tashoora diciptakan sebagai respon terhadap peristiwa yang acap luput dari perhatian masyarakat. 


"Semuanya!"

Para pengrawit dan rebananya.

"Lagu untuk teman-teman yang kebaikannya belum disambut, Sampai Nanti Sampai Mati."
Letto hadir bak hujan membasahi bumi. Tanah Lapangan Grha Sabha Pramana basah selepas gerimis di pembukaan ROAR GAMA 4.0, begitu juga pipi dan hati para pendengar setia Letto. Apalagi ketika intro “Sandaran Hati”, “Sampai Nanti, Sampai Mati”, “Permintaan Hati”, “Sebelum Cahaya”, dan “Ruang Rindu”  berbunyi, sontak penonton ikut bernyanyi. Bukan main penampilan Letto kali ini, alunan gamelan dan nuansa sakral yang kental mengiringi Letto sampai akhir. Vokalis Letto Sabrang Mowo Damar Panuluh atau akrab disapa Noe Letto pun menyisipkan Langgam Jawa ke dalam nyanyiannya. Itulah gong dari repertoar ROAR GAMA 4.0, menyatukan seni budaya dan hit terbaik pada masanya.

Seperti Cinderella yang harus rela melewatkan dansa terakhir sebelum jampi-jampi Ibu Peri terhadapnya hilang, saya harus pulang sebelum jam 12 malam. Dan ya, saya tak sempat menyaksikan langsung aksi panggung FSTVLST maupun berjoget dengan iringan OM New Pallapa. Tidak apa, saya sudah cukup puas menjadi satu diantara ribuan pengunjung ROAR GAMA 4.0 yang bersuka cita di malam minggu meski kehujanan.

Saya sangat mengantisipasi ide-ide cemerlang para tokoh di balik Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0. Barangkali, tahun depan akan diadakan gelaran serupa. Konsep, desain grafis, tata cahaya, dan bintang tamunya juara. Membawa misi politik dan budaya, ROAR GAMA 4.0 menjadi pionir Pagelaran Kolosal Gamelan di Yogyakarta. Syukur-syukur, bisa menjadi proyek percontohan bagi kota-kota lainnya bahkan negara-negara tetangga. Jika musik bersifat universal dan mampu meleburkan perbedaan, maka musik tradisional mampu menguatkan akar budaya dan jati diri kita.
Suka cita para pengrawit mengiringi OM New Pallapa.

Pentatonis dan diatonis. Harmoni.

“Idenya adalah kita itu Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Bagaimana kekayaan budaya bisa kita sumbangkan untuk dunia dan untuk kemanusiaan? Kita tidak boleh menutup diri, tetapi bagaimana kebudayaan kita, seni budaya kita ini menjadi filter, menjadi core, kemudian diperkaya oleh seni budaya yang lain. Itulah gagasan dari Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0 atau alunan dari seluruh penjuru nusantara yang membuka diri terhadap dunia. Dengan cara seperti ini, tidak ada satu daerah pun yang tidak menjadi pemimpin bagi tampilnya seni-seni musik Indonesia”, pungkas Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UGM periode 2016 – 2021 sekaligus Menteri Sekretaris Negara periode 2019-2024 Pratikno.





Selasa, 26 November 2019

Maison Daruma Coffee Roastery, Rumah Bagi Para Pencinta Kopi

Pada suatu sore yang cerah, saya bersama teman-teman berkunjung sebuah kedai kopi baru di utara balai kota Yogyakarta. Maison Daruma Coffee Roastery namanya. Diambil dari bahasa Perancis dan bahasa Jepang, Maison Daruma berarti rumah di mana terdapat boneka Daruma. Boneka yang menurut mitologi Jepang, bermakna sebagai pembawa keberuntungan. Daruma selalu bangkit tiap kali terjatuh, mengandalkan beratnya sendiri. Agar harapan terkabul, pemilik Daruma harus melukis satu sisi mata Daruma, dan melengkapi sisi lainnya saat harapan sudah terkabul.

Daruma, boneka khas Jepang pembawa keberuntungn

Maison Daruma Coffee Roastery ini terletak di utara balai kota daerah Timoho. Tepatnya di Jalan Ipda Tut Harsono No. 48 Muja Muju, Umbulharjo, Yogyakarta. Suasana tak terlalu ramai, cocok untuk mengobrol santai, baik siang, sore, atau malam hari.

Indoor atau outdoor, semua ok

Mau kerja kelompok atau ngopi? Bisa di Maison Daruma Coffee Roastery.

Siapa di sini yang suka Cappuccino?


Kalau mampir, jangan lupa cobain house blend-nya Maison Daruma, ya!

Letaknya memang tidak mencolok, tapi begitu masuk ke area Maison Daruma Coffee Roastery, anda serasa berada di dunia berbeda. Dihiasi pohon bambu dan dinding bata aksen kecokelatan, Maison Daruma Coffee Roastery terlihat menarik untuk disinggahi. Ditambah dengan interior bangku dekat jendela setengah lingkaran, musik latar yang tenang, dan tanaman rambat yang menjuntai di sekitar dinding. Ketika malam tiba, halaman depan Maison Daruma tampak lebih cantik dengan lampu temaram dan bean bags yang nyaman. Genggamlah secangkir kopi di tangan, sambil mengobrol santai dengan teman. Dijamin betah sampai lupa waktunya pulang!

Salah satu sudut Maison Daruma Coffee Roastery saat malam hari.


Kamu yang berminat roasting, bisa ke sini~

Green beans langsung dari petani.

Mulai dari Kolombia sampai Kintamani, semua tersedia di Maison Daruma Roastery.

Sudah pernah mencicipi Kopi Gayo? Enak lho.

Sesuai namanya, Maison Daruma Coffee Roastery sebenarnya adalah roastery (pusat penggilingan biji kopi) berkonsep coffee shop. Dirintis sejak tahun 2017, Maison Daruma Roastery menyediakan berbagai jenis biji kopi siap giling. Total ada 13 biji kopi lokal yang diambil langsung dari petani, antara lain Gayo, Mandheiling, Malabar, Kintamani, Bajawa, Enrekang, Toraja, Sidikalang, Blue Baliem Wamena, dan Robusta. Sedangkan untuk biji kopi impor ada Brazil dan Kolombia.
Single Origin
Gayo
Tasting profile: full-body Arabika Sumatra premium dengan earthy flavor dan pungent jasmine full city roast. 
Mandheiling
Tasting profile: full-body dengan intense floral tobacco. Terkenal sejak era Hindia Belanda, berasal dari dataran tinggi Sumatra Utara. 
Malabar
Tasting profile: medium-body Arabika dengan cita rasa floral dan citrus. 
Kintamani
Tasting profile: medium-body dengan citrus full city roast. 
Bajawa
Tasting profile: medium-body dengan nutty floral aromatic. 
Enrekang
Tasting profile: mellow medium-body dengan chocolate flavor. 
Toraja
Tasting profile: chocolate flavor, smooth, dan nutty experience. 
Sidikalang
Tasting profile: medium to dark roast menghasilkan fruity, chocolate, dan citrus complexeity. Cocok untuk penyuka body dan acid coffee. 
Blue Baliem Wamena
Tasting profile: medium-body nutty caramel. Memiliki habitat asli di Jamaika hingga sampai di tanah Papua, Blue Baliem Wamena ditanam di ketinggian 2000 mdpl. 
Robusta
Tasting profile: 100% robusta premium dari Wonosobo, Jawa Tengah.
Keunggulan dari Maison Daruma Roastery adalah adanya mesin Buhler produksi Italia dan mesin Satake asli Jepang. Mesin Buhler mampu menampung 8-20 kg green beans dalam sekali roasting. Serba otomatis, formula roasting dapat diatur sesuai kebutuhan dan hasil yang diinginkan. Meliputi suhu masuk, suhu keluar, durasi dan tempo roasting, serta waktu yang dibutuhkan untuk proses cooling. Selain itu, keunggulan roasting dengan mesin Buhler adalah, jika ada green beans yang rusak akan langsung terdeteksi oleh mesin. Proses roasting pun bebas asap, karena asap sudah disedot oleh mesin selama roasting.

Roasting serba otomatis dengan mesin Buhler.

Atur resep terbaik roasting-mu.


Roasting green beans biasanya memakan waktu 5-10 menit.


Green beans siap disortir.

Ditimbang dulu untuk tahu berapa persen penyusutannya.

Mesin Satake, berfungsi menyortir green beans dari benda-benda asing.

Mesin Satake FMS-2000, mampu menyortir green beans sesuai ukuran dan warna.

Green bean Robusta yang baru saja keluar dari mesin roasting.

Setelah roasting, green beans masuk ke mesin Satake FMS-2000, mesin penyortir berdasarkan bentuk dan warna green beans. Selain itu, penggunaan mesin Satake juga memudahkan proses sortir karena secara otomatis memisahkan antara green beans dengan benda-benda asing seperti kerikil maupun green beans yang kurang layak. Sehingga nantinya menghasilkan green beans kualitas terbaik.


Maison Daruma House Blend, semua diberi nama dalam bahasa Jepang.

Maison Daruma Roastery juga memproduksi house blend, antara lain Hotarubi, Komorebi, Tasogare, Signature Royal, Signature, Grand Royal, dan CR Blend. Hotarubi menjadi house blend Maison Daruma Roastery yang paling diminati. Sedangkan Grand Royal menjadi house blend andalan yang disuplai ke beberapa coffee shop, salah satunya Nox Coffee Boutique.

House Blend 
Hotarubi
Tasting profile: medium roast coffee dengan smooth body, complex chocolate, dan slight mint. 
Komorebi
Tasting profile: dark roast full-body dengan sweet dan creamy complexity, fruity, slight floral, serta choco vanila. 
Tasogare
Tasting profile: strong-body dengan crisp roast dan creamy complexity, chocolate, serta floral. 
Signature Royal
Tasting profile: perpaduan tiga Arabika premium, smooth medium-body dengan chocolate, pungent, floral, dan aromatic tobacco. 
Signature
Tasting profile: perpaduan dua specialty Arabica dan premium Robusta, full washed. Smooth medium-body dengan floral, spicy french vanilla undertone. 
Grand Royal
Tasting profile: medium roast, medium-body dengan complex floral dan dark chocolate. 
CR Blend
Tasting profile: perpaduan Robusta dan Arabika, medium to dark roast coffee dengan chocolate caramel dan bold-body aftertaste.

Jika memilih membawa green beans sendiri, Maison Daruma Roastery mematok harga Rp 20.000,-/kg. Maison Daruma Roastery juga menyediakan jasa pembuatan Drip Coffee dan Custom Blend dengan minimal pesan 7-10 kg. Khusus Custom Blend, harga roasting menyesuaikan origin bean yang digunakan. Selain itu, harga dapat berubah sewaktu-waktu. Jadi, pastikan kesepakatan roasting sudah jelas di awal. Perlu diingat pula bahwa setiap mesin menghasilkan roasted green beans yang berbeda. Formula roasting yang tepat adalah kuncinya.


Maison Daruma Coffee Roastery
PT. Legenda Bumi Jogja
Jalan Ipda Tut Harsono No. 48, Muja Muju, Umbulharjo, Yogyakarta 55165

E-mail:
legendabumijogja@gmail.com

Telepon:
(0274) 5013925
0821-3795-3841

Website:
maisondaruma.com

#MaisonDarumaRoastery

Rabu, 11 September 2019

Journey Coffee and Records, Ngopi di Toko Musik

Pecinta musik alternatif wajib ke sini. (Sumber: dokumen pribadi)


Journey Coffee and Records, salah satu tempat nongkrong di daerah Affandi ini punya daya tarik tersendiri. Lokasinya cukup strategis dan terletak di tepi jalan yang relatif sepi, kondusif untuk ngopi. Sesampainya di depan bangunan tiga lantai dengan aksen monokrom, jangan ragu untuk membuka pintunya. Temukan kopi favorit dan perjalanan musik arus pinggir di dalamnya. Sesuai namanya, Journey Coffee and Records berkonsep coffee shop sekaligus ‘surga’ penikmat musik alternatif. Berdesain minimalis, Journey Coffee and Records cocok untuk anda yang ingin melepas penat dari hiruk pikuk rutinitas dengan musik dan segelas ice coffee di tangan.

Selengkapnya sila klik,

Selasa, 03 September 2019

Mencicipi Garang Asem Kudus di Jogja


Kini anda bisa menikmati garang asem tanpa harus ke Kudus, karena RM Gasasa Kudus membuka cabang di Jogja. RM Gasasa memang terkenal dengan menu Garang Asem Ayam yang berpusat di Kudus, Jawa Tengah. Tak hanya di Kudus, RM Gasasa juga membuka cabang di Pati dan Semarang. Nah, apakah garang asem di RM Gasasa cabang Jogja akan seenak garang asem RM Gasasa di Kudus?


RM Gasasa Kudus Cabang 2 terletak sekitar 200 meter di utara pom bensin Jogokariyan. Jika anda mencari lokasinya, berkendaralah perlahan agar tidak kebablasan atau terlewat, karena tidak terpasang papan penanda RM Gasasa. Tempatnya tidak terlalu luas, daya tampung 30 orang. Namun itu tidak mengurangi suasana suasana santap siang maupun malam dengan berbagai menu di RM Gasasa. Tersedia ayam goreng, pindang kerbau, nasi rames, lontong opor, dan tentu saja garang asem ayam sebagai menu andalan RM Gasasa. Untuk minuman, tersedia teh dan jeruk, es buah, es kopyor, kopi, dan aneka jus.


Tak butuh waktu lama sampai pesanan datang. Dengan tagline Puedese Puool, rasa dari garang asem memang asam asam pedas. Pedasnya mengigigit, apalagi saat disajikan dengan ditemani segelas teh panas, mantap! Satu porsi garang asem ayam, berisi potongan besar daging ayam yang lembut, kuah santan, cabai, dan belimbing sayur. Ditambah dengan sepiring nasi, garang asam ayam cukup untuk mengganjal perut. Meskipun bagi yang terbiasa makan dengan porsi besar, disarankan untuk memesan sepiring nasi tambahan.


Mertua garang... Itu biasa.
Bini garang... Ah, sudah biasa.
Pacar garang... Terlalu biasa.
Garangnya Garang Asem Sari Rasa... Luar biasa!
Ada cerita menarik mengenai garang asem. Garang asem memiliki komposisi dan penyajian yang berbeda di setiap daerah. Seperti garang asem di Pekalongan, Jawa Tengah, yang langsung disajikan di piring tanpa dibungkus daun pisang. Berbeda dengan garang asem di Semarang, Demak, Kudus, Pati, yang terbungkus daun pisang sebagai ciri khas.

Selain itu, garang asem sebenarnya berasal dari Grobogan, Jawa Tengah. Namun tampaknya, garang asem kudus yang paling terkenal. Seperti RM Gasasa yang membuka cabang di Pati dan Semarang, populer dengan nama RM Gasasa Kudus, bukan Gasasa Semarang apalagi Gasasa Pati. Lain kesempatan, saya akan coba garang asem ayam Pati dan garang asem ayam Semarang.


Ini adalah kali pertama saya menyantap garang asem ayam. Saya bahkan harus Googling apa itu garang asem ayam. Semacam pepes, tapi berkuah. Anak zaman sekarang mah, terbiasa makan KFC dan kawan-kawannya.

Setelah dicoba, ternyata, rasanya memang jauh berbeda, tapi sama enaknya. Sebenarnya sih, rasanya tidak bisa dibandingkan dengan Richeese Factory atau Shihlin Taiwan Street Snacks, karena garang asem ayam kan, berkuah, dibungkus daun pisang pula. Ndeso banget, menu khusus orang tua dan lansia, menurut saya. Tetapi ada sensasi nagih ketika melahap potongan daging ayam dengan kuah santan yang asam-asam pedas. Belimbing sayurnya juga sedap, melengkapi daging ayam, potongan cabai, dan kuah santan dalam seporsi garang asem ayam. Sekarang saya lebih banyak tahu tentang kuliner Jawa, masing-masing memiliki cita rasa khas dan potensi diplomasi kuliner. Makanan kekinian memang menarik, tapi kuliner tradisional jangan dilupakan.

Perlu diingat bahwa RM Gasasa hanya membuka satu outlet di Jogja. Pastikan anda mampir ke RM Gasasa Kudus Cabang 2 jika ingin mencicipi Garang Asem Kudus di Jogja. Ajak kawan dan keluarga juga ya! 






RM Gasasa Kudus Cabang 2
Jl. Parangtritis No.108, Mantrijeron, Kec. Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55143
Telepon: 0815-7577-7700
Buka setiap hari pukul 09.00–20.00 WIB


Jumat, 30 Agustus 2019

Secangkir Kopi Bersama Kumpeni

Salah satu sudut di Kumpeni Ice Cream & Coffee. 

Jika Anda sedang berada di Jogja, sempatkan diri untuk ngopi di Kumpeni Coffee & Ice Cream. Lokasinya cukup strategis karena Kumpeni Coffee & Ice Cream terletak di selatan RS PKU Muhammadiyah, tepatnya di Jalan Nyai Ahmad Dahlan nomor 32. Meskipun Kumpeni Coffee & Ice Cream terletak di tepi jalan, suasananya tidak terlalu bising oleh lalu lalang kendaraan yang melewatinya.

Sesuai namanya, Kumpeni Coffee & Ice Cream menempati sebuah rumah bergaya klasik yang konon sudah berdiri sejak tahun 1932. Tak hanya menyediakan kopi, Kumpeni Coffee & Ice Cream juga menyediakan berbagai varian es krim dan makanan pendamping seperti bitterballen, pancake dan ice cream.
Selengkapnya sila klik,

Selasa, 13 Agustus 2019

[MOVIE REVIEW] Bumi Manusia (2019)


Saya berkesempatan menonton penayangan perdana film Bumi Manusia pada tanggal 10 Agustus 2019 lalu di XXI Sleman City Hall, bersama Kagama Virtual, ikatan alumni UGM yang rutin menggelar nonton bareng film tanah air. Berbekal rasa ingin tahu yang besar dengan adaptasi buku pertama Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer ke dalam layar lebar, saya menonton tanpa ekspektasi apapun terhadap film produksi Falcon Pictures ini. Terlebih, saya memosisikan diri sebagai penonton awam sekaligus anak muda yang asing dengan Tetralogi Pulau Buru. Sehingga, saya hanya akan menceritakan pengalaman menonton film dan pesan-pesan yang berhasil saya bawa pulang setelah 3 jam duduk manis menyimak tangis Minke, Nyai Ontosoroh, dan Annelies.
Lupakan perdebatan tentang Iqbaal yang jauh dari bayangan untuk memerankan Minke. 
Lupakan sangsi terhadap Hanung Bramantyo yang cenderung meromantisasi sejarah dan tragedi.
Lupakan tentang betapa imajinasi anda terhadap Bumi Manusia buyar oleh film berdurasi 3 jam ini.
Tonton sajalah, anda bisa berkomentar nanti.

Film dibuka dengan extreme close up Minke, dan diakhiri dengan Minke yang tenggelam dalam dekapan Nyai Ontosoroh, menangis. Apa saja yang terjadi sejak Minke membuka mata hingga hampir tersungkur di rumahnya sendiri? Ya, kalau diceritakan sih, tidak cukup 500 kata di review kali ini. Singkat kata, Minke, Nyai Ontosoroh, dan Annelies, mewakili kata perlawanan, perjuangan, dan penerimaan nasib.


Minke yang sedang menyelesaikan studi di Hogere Burger School (H.B.S.), menunjukkan bakat menuangkan pikiran briliannya ke dalam artikel yang dikagumi khalayak dan kerap dimuat di surat kabar Belanda. Dengan nama pena Max Tollenaar, ia mengkritisi ketimpangan sosial antara Eropa, Indo, dan bumiputera di Soerabaja, di mana pribumi selalu berada ‘di bawah kaki’ Eropa dan ‘dipaksa berjongkok’ di belakang Indo. Menjadi tamu di rumah sendiri, itulah titik awal perlawanan Minke terhadap kolonialisme Belanda yang mewarnai keseluruhan plot film ini.


Hingga suatu hari Minke dan Robert Suurhorf temannya, mengunjungi Boerderij Buitenzorg, perkebunan dan peternakan luas milik Herman Mellema yang dikelola oleh Nyai Ontosoroh, gundiknya. Kunjungan tersebut mempertemukan Minke dengan Annelies Mellema, Indo yang bertekad hidup sebagai pribumi. Buitenzorg menjadi saksi cinta yang bersemi antara dua sejoli, di tengah konflik antarkelas sosial tak berkesudahan dan penindasan pribumi. Nyai Ontosoroh mendukung penuh kedekatan Minke dan Annelies, yang ia anggap sebagai harapan atas kehidupan lebih baik bagi Annelies. Pun dengan pemikiran progresif Minke terhadap situasi sosial dan pengelolaan bisnis, Nyai Ontosoroh perlahan mulai simpati dan menganggap Minke seperti anak sendiri.


Di balik kehidupan serba cukup yang dijalani Nyai Ontosoroh, tersimpan beban pengorbanan di masa lalu, yang membawanya dari kehidupan sederhana gadis kampung menuju kehidupan aristokrat nyonya perkebunan dan peternakan mahsyur Mellema, hingga terseret ke pengadilan tanpa keadilan yang membuatnya terpisah dari keluarganya sendiri, sekali lagi. Nyai Ontosoroh, menurut saya merupakan peran sentral yang menjembatani ketimpangan kelas sosial dan kolonialisme Belanda yang diceritakan di Bumi Manusia. Apresiasi tinggi bagi Sha Ine Febriyanti yang berhasil mendapatkan dan menghidupkan peran impiannya sebagai Nyai Ontosoroh. Ia tak hanya berakting, tetapi juga hidup sebagai Nyai Ontosoroh selama proses syuting. Real.

Masih segar di ingatan saat Nyai Ontosoroh menampar Robert Mellema anaknya, karena Robert tidak menuruti perintahnya untuk mencari Minke. Ia tak hanya menampar sebagai ibu yang kecewa, tapi juga sebagai wanita yang terinjak harga dirinya karena dianggap rendah oleh anak Indonya. Sekuen tersebut kabarnya diulang hingga 30 kali, demi mendapatkan kesan sungguhan antara Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febriyanti) dan Robert Mellema (Giorgino Abraham). Atau ketika Nyai Ontosoroh diadili oleh hukum Eropa, ia yang terkesan anggun, penyayang, dan bijaksana selama durasi film berjalan, mampu menunjukkan kemarahan, kesedihan, dan ketegaran di akhir cerita. Saya terpukau dengan atmosfer emosional dalam adegan pembelaan Nyai Ontosoroh terhadap nasibnya sebagai seorang gundik dari Herman Mellema sekaligus ibu kandung Annelies Mellema. Belum pernah saya melihat seorang ibu begitu terpuruk dan tak berdaya demi keluarganya seperti Nyai Ontosoroh dalam adegan tersebut.


Bagaimana dengan Annelies? Bunga Penutup Abad dari Buitenzorg itu tak hidup lebih baik. Ia lahir dari tempaan dan kesedihan, lalu hidup dengan beban dan nasib yang tak bisa ia tentukan. Jika ada yang berpendapat Mawar Eva de Jongh tidak sesuai memerankan Annelies, silakan. Tetapi menurut saya, yang baru saja mengenal kedua nama tersebut saat menonton filmnya, Mawar Eva de Jongh adalah Annelies di kehidupan nyata. Pertama karena keduanya berdarah Belanda-Indonesia. Kedua, mereka memiliki sisi melankolis dilihat dari sorot matanya. Apakah Mawar berhasil memerankan Annelies? Saksikan saja Bumi Manusia, semoga anda tabah menyaksikan Annelies menangis tanpa bisa berbuat apa-apa.

Oh, jangan lupakan Iqbaal Ramadhan yang kuat dengan persona Dilan. Jika sebelumnya ia terkenal dengan rayuan gombal picisannya kepada Milea, sikap angkuh sok tangguh dengan wajah baby face-nya, dan sikap memberontak terhadap Suripto gurunya, well, anda akan melihat akting serupa di Bumi Manusia. Setidaknya itu pendapat saya sebelum 30 menit terakhir film. 

Saya akhirnya menyadari, akting Iqbaal Ramadhan sebagai Minke di Bumi Manusia berada di level berbeda. Saya melihat Minke mengamuk, pasrah, dan kalah atas perlawanannya terhadap kolonialisme Belanda, bermodal mesin tik dan pena. Saya juga melihat Minke berwibawa di mata Eropa lewat pidatonya, untuk kemudian bersimbah air mata, dan kehilangan seseorang yang selama ini ia perjuangkan sepenuh jiwa dan raga, Annelies Mellema. Jika Minke menganggap dirinya kalah, maka Iqbaal telah menang. Iqbaal Ramadhan berhasil membuktikan bahwa ia mampu memerankan Minke dengan sekuat-kuatnya dan sehormat-hormatnya.

Film Bumi Manusia juga menyiratkan pesan bahwa semua manusia setara, warna kulit dan bahasa tak menghalangi mereka untuk duduk bersama. Bahwa Jawa tak melulu kolot, dan Eropa tak selamanya mendominasi strata sosial masyarakat. Bahwa kasih ibu sepanjang masa, dan cinta seharusnya mampu mengikis dinding perbedaan dan menguatkan kita saat dihadapkan dengan segala ketidakmungkinan.

Duh, siapin tisu pokoknya.

Secara keseluruhan, film Bumi Manusia adalah film yang bagus, dibuat dengan hati dan kurasi tinggi, oleh sederat sineas ternama tanah air. Sebut saja Salman Aristo yang berulang kali diminta Hanung Bramantyo untuk menulis naskah Bumi Manusia, dan Ipung Rachmat Syaiful dengan tangan dingin sinematografinya. Scoring sangat mendukung suasana. Ditambah dengan lantunan lagu "Ibu Pertiwi" persembahan Iwan Fals, Once Mekel, dan Fiersa Besari sebagai pembuka dan penutup film. Properti dan tata artistik benar-benar total, walaupun masih ada kurangnya, karena toh, tidak ada yang sempurna di dunia. Satu hal yang pasti, Indonesia patut bangga pada Bumi Manusia.

Meskipun kalau saya boleh berharap, Bumi Manusia (2019) akan memiliki versi serupa 12 Years A Slave (2013). Lebih intens, lebih objektif, dan lebih fokus menggambarkan konflik sosial serta adaptasi sejarah sebagaimana mestinya.

Jangan lewatkan penampilan Giorgino Abraham (Robert Mellema), Bryan Domani (Jan Dapperste), Jerome Kurnia (Robert Suurhorf), Doni Damara (ayah Minke), Ayu Laksmi (ibu Minke), Whani Darmawan (Darsam), Chew Kin Wah (Babah Ah Tjong), Hans de Kraker (Jean Marais), Ciara Brosnan (May Marais), Peter Sterk (Herman Mellema), Jeroen Lezer (dr. Martinet), Dewi Irawan (Mevrow Telinga), Robert Prein (Maurits Mellema), Kelly Tandiono (Maiko), dan Christian Sugiono (Kommer).

Bumi Manusia tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia mulai 15 Agustus 2019.




Senin, 01 Juli 2019

Berkemah Ala Milenial di DeLoano Glamorous Camping


Pernah mendengar DeLoano Glamorous Camping? Perkemahan binaan Badan Otorita Borobudur (BOB) ini masih terbilang baru, karena baru saja diresmikan Februari 2019 lalu. Meskipun begitu, DeLoano Glamorous Camping sebagai salah satu destinasi pariwisata prioritas nomadic tourism menawarkan pengalaman berkemah tanpa repot membawa alat kemah, dengan area perkemahan yang instagram-able sekaligus wisata alam.

Terletak di Kelurahan Sedayu, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, DeLoano Glamorous Camping dapat ditempuh satu jam dari Yogyakarta menggunakan bus atau kendaraan pribadi. Jika anda datang menggunakan bus pariwisata, berhentilah di pintu masuk Wisata Alam Nglinggo Tlitis. Selanjutnya, penumpang akan diantar ke DeLoano Glamorous Camping menggunakan angkot atau odong-odong yang dikelola penduduk sekitar.

Odong-odong siap mengantar pengunjung sampai tujuan. (Sumber: dokumen pribadi)

Situasi di sekitar DeLoano Glamorous Camping. (Sumber: dokumen pribadi)
Tidak ada papan bertuliskan DeLoano Glamorous Camping, hanya ada untaian bambu membentuk gapura bertuliskan Borobudur Highland. Tapi jangan tertipu, justru itulah pintu masuk menuju DeLoano Glamorous Camping. Sebelum sampai ke area perkemahan, anda harus beriringan menyusuri jalan setapak bambu, semakin seru jika ramai bersama rombongan, menambah sensasi Persami.

Pintu masuk DeLoano Glamorous Camping. (Sumber: dokumen pribadi)

Jalan setapak bambu menuju area perkemahan. (Sumber: dokumen pribadi)

Dibangun di lahan seluas 1,5 hektar dan dikelilingi pepohonan pinus, DeLoano Glamorous Camping menyediakan berbagai jenis tenda, antara lain tenda berkapasitas 2-3 orang dan 9 tenda reguler berkapasitas 4-6 orang, lengkap dengan kasur busa, selimut, bantal, listrik, dan penerangan. Serta 1 tenda VIP berkapasitas 2 orang yang didesain bak kamar hotel. Tarif sewa tenda mulai Rp 150.000,-/orang untuk tenda biasa, Rp 350.000,-/orang untuk tenda reguler, dan Rp 700.000,-/orang untuk tenda VIP. Khusus penyewa tenda reguler dan tenda VIP, setiap orang mendapatkan jatah dua kali makan dan tiket masuk Bukit Ngisis Nglinggo. Fasilitas lainnya ada tenda restoran, tenda musala, panggung, area api unggun, toilet reguler dan toilet VIP didesain berwarna-warni, listrik, dan tentu saja akses Wi-Fi.


Tampak depan DeLoano Glamorous Camping. (Sumber: dokumen pribadi)

Area perkemahan bergaya rustic nan instagram-able. Sumber: (dokumen pribadi)

Panggung dan area api unggun di DeLoano Glamorous Camping. Sumber: (dokumen pribadi)

Hutan Pinus Nglinggo sekaligus jalur jip Rimbono Off Road. Sumber: (dokumen pribadi)

Tak lengkap rasanya jika berkemah tanpa menjelajah alam. Tak jauh dari DeLoano Glamorous Camping, terdapat Desa Wisata Nglinggo dan sejumlah destinasi wisata alam yang pantang anda lewatkan. Beberapa diantaranya adalah wisata edukasi di Kebun Teh Nglinggo. Kebun teh ini terletak di ketinggian 800 mdpl Pegunungan Menoreh, pengunjung bisa berkeliling dan mencoba teh asli Nglinggo yang bisa diseduh dan dijadikan sayur. Senang bermain air? Singgah sejenak di Curug Watu Jonggol, atau mengunjungi Hutan Pinus Nglinggo seluas 350 hektar sembari outbond dan trekking, berfoto di Bukit Ngisis, Puncak Widosari, dan Gunung Jaran, serta menyusuri hutan pinus dengan jip Rimbono Off Road, siapkan baju ganti dan air minum untuk pengalaman satu ini.

Pengemudi jip Rimbono Off Road berpose usai tur hutan pinus. Sumber: (dokumen pribadi)


Kebun Teh Nglinggo di sepanjang jalan. Sumber: (dokumen pribadi)

Jalan masuk area Bukit Ngisis Nglinggo. Sumber: (dokumen pribadi)

Spot strategis untuk berfoto di Bukit Ngisis Nglinggo. Sumber: (dokumen pribadi)

Butuh waktu paling cepat 10 menit untuk sampai di Puncak Widosari. Sumber: (dokumen pribadi)

Tantangan menaklukan ratusan anak tangga, berhadiah pemandangan sunset. Sumber: (dokumen pribadi)

Salah satu sudut foto di Puncak Widosari. Sumber: (dokumen pribadi)

Konon terdapat bukit yang tampak seperti Buddha tertidur di sini. Sumber: (dokumen pribadi)

Jalur jip Rimbono Off Road di hutan pinus, menanjak hingga kemiringan 30 derajat. Sumber: (dokumen pribadi)

Rombongan jip Rimbono Off Road bermuatan 2-4 orang. Sumber: (dokumen pribadi)

DeLoano Glamorous Camping dan Desa Wisata Nglinggo ini berada di kawasan perbatasan Magelang, Kulon Progo, dan Purworejo, tentunya memudahkan pengunjung untuk berpindah dari destinasi wisata satu ke destinasi wisata lainnya. Jika anda berniat menghabiskan waktu lebih lama untuk berlibur di DIY dan Jawa Tengah, pastikan DeLoano Glamorous Camping dan Desa Wisata Nglinggo termasuk dalam daftar anda.

DeLoano Glamorous Camping
Instagram: @deloano_glamping
Info dan reservasi: 08112654595
Pangkuan Sedayu, Desa, Sibebek, Sedayu, Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah 54183