Jika
biasanya gamelan hanya bisa disaksikan pada acara kebudayaan atau momentum
sakral di Keraton, kini kita bisa menyaksikannya beradu dan berpadu dengan
musik kontemporer. Satu panggung, dalam sebuah Pagelaran Kolosal Gamelan "Rhapsody
of the Archipelago: Gamelan 4.0" pada Sabtu malam (30/11) di Lapangan Grha Sabha
Pramana UGM.
 |
Tari Kangen arahan Pulung Jati Rangga Murti. |
 |
Tari Kangen oleh Pulung Dance Studio membuka ROAR GAMA 4.0
|
 |
Penyerahan penghargaan “Lifetime Achievement Award ROAR GAMA 4.0.” kepada putri Empu Triwiguna.
|
Bersamaan
dengan perayaan Lustrum UGM
yang
ke-14
dan Dies Fisipol UGM
ke-64,
Fisipol UGM dan Fakultas Ilmu Budaya UGM bekerja sama menyelenggarakan ROAR
GAMA 4.0. Acara tersebut sebagai wujud pengembangan gamelan agar lebih inovatif
tanpa menghilangkan ciri khas dari gamelan selama ini. Selain itu, ROAR GAMA
4.0 juga menjadi bukti bahwa musik gamelan bisa berdampingan bahkan melebur
dengan musik kontemporer.
“Ketika
gamelan ada di pasaran, mungkin akan ada pemilih atau penikmat. Harapannya kedepan
ROAR GAMA 4.0 semakin membuka kesempatan bagi musik tradisional untuk terus
berkembang dan berkolaborasi dengan musik zaman sekarang”, ujar Ari Wulu selaku
penghulu komunitas Gayam16.
Helatan
ROAR GAMA 4.0 didukung oleh sejumlah grup musik, musisi, pengrawit, dan penari.
Adalah Mantra
Vutura, Tashoora, FSTVLST, Letto, dan OM New Pallapa bersama Brodin yang
ditunjuk sebagai duta musik masa kini dalam Pagelaran Kolosal
Gamelan Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0. Hujan deras tak menyurutkan
semangat ribuan penonton, baik dari kalangan UGM maupun umum, untuk menyaksikan
harmoni gamelan dengan grup musik kesayangan masing-masing.
“Empat
band sebelumnya masing-masing melambangkan perihal yang berbeda. Misalnya
Mantra Vutura, grup musik elektronik dari Jakarta, mencerminkan mimpi, harapan,
dan masa depan. Kalau mimpi dan harapan ini biasanya ditujukan kepada bayi yang
baru lahir, kepada mereka yang masih bermimpi, maka Tashoora melambangkan
remaja. Masih cemas, mengkritik sana-sini. Lalu kemudian FSTVLST, masih muda
tapi beringas, punya tekad, dan harapan akan masa depan. Letto melambangkan
ketenangan, tenteram, sesuai dengan karakter Sabrang ‘Noe’ Letto. Yang
terakhir, ditutup oleh OM New Pallapa, karena hidup butuh dirayakan”, jelas Ari
Wulu.
 |
Sang konduktor repertoar ROAR GAMA 4.0 |
Sesuai
tema, ROAR GAMA 4.0 diperkuat oleh tiga komposer muda yang mengarahkan
orkestrasi ROAR GAMA 4.0 selama acara. Baik Sudaryanto, Welly Hendratmoko,
maupun Anon Suneko, ketiganya berhasil menyajikan masterpiece gamelan yang
dipadu gitar listrik dan musik elektronik. Aksi 100 pengrawit dari Canda Nada,
Gayam16, Sospolaras, Gamasutra, dan Prawiratama Indonesia pun luar biasa apik.
Mereka tetap teguh memukul bonang, saron dan gending meski diguyur hujan sedari
awal sampai akhir acara.
 |
Tari Panggayuh yang diiringi komposer Sudaryanto. |
 |
Sang Penari Pulung Dance Studio. |
Tak ketinggalan pentas tari dari 100 penari Pulung
Dance Studio dengan arahan koreografer Pulung Jati Rangga Murti. Enerjik. Apik. Gerak tubuh para penari semakin mewarnai Pagelaran Kolosal Gamelan "Rhapsody of the Archipelago: Gamelan
4.0" tahun pertama ini. Total
ada tiga tarian yang ditampilkan antara lain Tari Kangen oleh Pulung Dance
Studio sebagai pembuka ROAR GAMA 4.0. Kemudian Tari Panggayuh yang diiringi
komposer Sudaryanto dan Tari Nuswantoro dengan iringan musik SaronGROOVE.
 |
Human |
 |
Siap dimantra Mantra Vutura |
Mantra
Vutura, grup musik elektronik asal Jakarta menyihir ribuan penonton ROAR GAMA
4.0 dengan keunikan musiknya. Diiringi gamelan, Mantra Vutura menguatkan aura
magisnya lewat lagu “The Creation, Pt.3” dan “Human” dari album terbaru Mantra
Vutura bertajuk sama, kemudian “The Creation, Pt.1”, “The Creation, Pt.2”, dan
terakhir “Un Deux Trois” yang semuanya terangkum dalam album Solar Labyrinth
(2017). Melambangkan mimpi dan harapan, kreasi musik Mantra Vutura memantrai saya untuk menatap masa depan dengan semangat kebebasan.
 |
Lautan Pendekar Tashoora |
 |
Jaring Cahaya bersama gamelan dan Tashoora |
 |
Berani Bela Gelapnya? |
Pagelaran
dilanjutkan dengan penampilan Tashoora. Lewat Hamba Jaring Cahaya, Hamba Bela Gelapnya, Tashoora mengajak para
Pendekar Tashoora untuk menolak lupa pada ketidakadilan di sekitar kita. Total
lima lagu dibawakan, antara lain “Tatap”, “Sabda”, “Hitam”, “Nista”, dan “Terang”
yang ditulis bersama Baskara Putra, sosok dibalik Hindia. Setiap lagu Tashoora
diciptakan sebagai respon terhadap peristiwa yang acap luput dari perhatian
masyarakat.
 |
"Semuanya!" |
 |
Para pengrawit dan rebananya. |
 |
"Lagu untuk teman-teman yang kebaikannya belum disambut, Sampai Nanti Sampai Mati." |
Letto hadir bak hujan membasahi
bumi. Tanah Lapangan Grha Sabha Pramana basah selepas gerimis di pembukaan ROAR
GAMA 4.0, begitu juga pipi dan hati para pendengar setia Letto. Apalagi ketika
intro “Sandaran Hati”, “Sampai Nanti, Sampai Mati”, “Permintaan Hati”, “Sebelum
Cahaya”, dan “Ruang Rindu” berbunyi,
sontak penonton ikut bernyanyi. Bukan main penampilan Letto kali ini, alunan
gamelan dan nuansa sakral yang kental mengiringi Letto sampai akhir. Vokalis
Letto Sabrang Mowo Damar Panuluh atau akrab disapa Noe Letto pun menyisipkan
Langgam Jawa ke dalam nyanyiannya. Itulah gong dari repertoar ROAR GAMA 4.0,
menyatukan seni budaya dan hit terbaik pada masanya.
Seperti Cinderella yang harus
rela melewatkan dansa terakhir sebelum jampi-jampi Ibu Peri terhadapnya hilang,
saya harus pulang sebelum jam 12 malam. Dan ya, saya tak sempat menyaksikan
langsung aksi panggung FSTVLST maupun berjoget dengan iringan OM New Pallapa.
Tidak apa, saya sudah cukup puas menjadi satu diantara ribuan pengunjung ROAR
GAMA 4.0 yang bersuka cita di malam minggu meski kehujanan.
Saya sangat mengantisipasi
ide-ide cemerlang para tokoh di balik Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0.
Barangkali, tahun depan akan diadakan gelaran serupa. Konsep, desain grafis,
tata cahaya, dan bintang tamunya juara. Membawa misi politik dan budaya, ROAR
GAMA 4.0 menjadi pionir Pagelaran Kolosal Gamelan di Yogyakarta. Syukur-syukur,
bisa menjadi proyek percontohan bagi kota-kota lainnya bahkan negara-negara
tetangga. Jika musik bersifat universal dan mampu meleburkan perbedaan, maka
musik tradisional mampu menguatkan akar budaya dan jati diri kita.
 |
Suka cita para pengrawit mengiringi OM New Pallapa. |
 |
Pentatonis dan diatonis. Harmoni. |
“Idenya
adalah kita itu Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Bagaimana kekayaan
budaya bisa kita sumbangkan untuk dunia dan untuk kemanusiaan? Kita tidak boleh
menutup diri, tetapi bagaimana kebudayaan kita, seni budaya kita ini menjadi
filter, menjadi core, kemudian diperkaya oleh seni budaya yang lain. Itulah gagasan
dari Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0 atau alunan dari seluruh penjuru
nusantara yang membuka diri terhadap dunia. Dengan cara seperti ini, tidak ada
satu daerah pun yang tidak menjadi pemimpin bagi tampilnya seni-seni musik
Indonesia”, pungkas Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UGM periode 2016 – 2021 sekaligus
Menteri Sekretaris Negara periode 2019-2024 Pratikno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar